: MUMU ISMUNANDAR
GADUNG
(DIOSCOREA HISPIDA DENUST)
I. PENGENALAN GADUNG
Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya gadung disebut Dioscorea hispida Denust. Gadung merupakan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Batangnya bulat, berbulu dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning. Umbinya muncul dekat permukaan tanah. Dapat dibedakan dari jenis-jenis dioscorea lainnya karena daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3 helai daun. Bunga tersusun dalam ketiak daun, berbulit, berbulu dan jarang sekali dijumpai. Gadung ini berasal dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga diketemukan pada ketinggian 1.200 m dpl. Di Himalaya
Dioscorea hispida di budidayakan di pekarangan rumah atau tegalan, sering pula dijumpai di hutan-hutan tanah kering. Umbinya sangat beracun karena mengandung alcohol yang menimbulkan rasa pusing-pusing. Dengan cara pengolahan khusus akhirnya dapat dimakan. Di Nusa Tenggara dan Maluku umbinya dimakan sebagai pengganti sagu dan jagung pada saat-saat paceklik, terutama di daerah-daerah kering. Umbi mentahnya karena mengandung alkaloid dapat digunakan sebagai bahan untuk racun binatang dan juga dapat digunakan sebagai obat luka di Asia. Bahan sisa pengolahan tepungnya dapat digunakan sebagai insektisida.
Bunga tanaman ini yang berwarna kuning sangat harum digunakan untuk mewangikan pakaian dan dapat pula dipakai sebagai hiasan rambut. Umbi yang telah bertunas dipergunakan sebagai bibit. Penanaman biasanya dilakukan menjelang musim hujan. Setelah berumur satu tahun dapat dipanen. Bila umbinya dibiarkan tua warnanya akan berubah menjadi hijau dan kadar racunnya akan makin pekat. Umbi dipanen dengan tanjau atau garpu tanah.
II. PENYEBARAN TANAMAN GADUNG
Tanaman gadung ini pada umumnya juga belum dibudidayakan secara teratur. Penanaman cukup teratur terdapat di Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung. Pada umumnya tanaman gadung belum dibudidayakan di daerah Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Maluku. Tanaman tersebut terdapat tumbuh liar di pinggir-pinggir hutan. Di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta tanaman gadung ini dibudidayakan namun tidak teratur. Pada umumnya petani tidak melaksanakan penyiangan, pembumbunan, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit. Hanya di daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan D.I. Yogyakarta petani melakukan penyiangan, pembubunan dan pemupukan.
III. BUDIDAYA GADUNG
a. Bibit dan Waktu Tanam
Biasanya gadung diperbanyak dengan menggunakan umbi atau bijinya walaupun perbanyakan dengan stek masih dimungkinkan. Tetapi biasanya hasil panennya kurang memuaskan dibandingkan dengan umbi. Perbanyakan menggunakan biji juga kurang umum diterapkan. Gadung sebaiknya ditanam di awal musim hujan karena tanaman ini tidak ekonomis atau tidak umum di tanam di areal yang beririgasi teratur. Di areal dengan musim hujan kurang dari 8 bulan, penanaman awal sampai dengan 3 bulan sebelum datangnya musim hujan dapat meningkatkan hasil sebesar 30 %.
b. Pengolahan Tanah dan Produksi Tanaman
Tanaman gadung menghendaki tanah dengan drainase yang baik, subur, kandungan bahan organik yang tinggi, dan tekstur tanah yang ringan. Umbi ditanam sebanyak 3 atau 4 buah per lubang pada guludan-guludan. Penanaman ini dilakukan pada awal atau akhir musim hujan, tergantung pada kulit vang dan jangka waktu pertumbuhan menuju kematangan. Sedangkan jarak tanam yang digunakan yaitu guludan berjumlah 30 – 36 setiap kompleks, sedangkan jarak antar tanaman adalah 37,5 – 50 cm, tergantung besarnya habitus tanamannya.
Kemudian tanaman muda ditutupi dengan rumput kering pada saat penanaman berlangsung. Tanaman muda disarankan diikat pada bambu yang dipasang saat penanaman.
c. Pemeliharaan
i. Pemupukan dan Pengairan.
Sebelum penanaman, areal pertanaman dipupuk menggunakan pupuk NPK beberapa hari sebelum penanaman dilakukan. Pengairan merupakan hal yang tidak umum dilakukan untuk merngairi tanaman ini. Hujan merupakan sumber air yang paling diandalkan.
ii. Pengendalian Gulma, Hama dan Penyakit.
Tidak terdapat gulma penting yang dilaporkan
mengganggu tanaman ini. Sedangkan hama yang penting
yaitu yam beetle (Heteroligus claudius) yang pada stadium
larva memakan jaringan umbi dan yam schoot beetle
(Criocerts livida) yang pada stadium larva memakan daun daun
muda dan tajuk. Hama pertama biasanya
ditanggulangi dengan melakukan rotasi tanaman dan
melakukan penanaman yang lambat (late planting). Hama
yang kedua dikendalikan melaksanakan penyemprotan pyrethrum. Hama yang lainnya adalah ulat yang menyebabkan umbi mengeras (rot). Hama ini dapat
dikendalikan dengan eradikasi atau pemusnahan tanaman yang terinfeksi dan dengan rotasi atau pergiliran tanaman, sedangkan penyakit yang menyerang adalah mosaik virus yang menyebabkan penyakit white yam, yellow guinea
yam I (paling mematikan), water yam, dan Chinese yam. Gejala yang ditimbulkan adalah tanaman menjadi kerdil atau terhambat pertumbuhannya. Pemilihan umbi yang sehat, pemusnahan tanaman yang terinfeksi dan tanaman liar merupakan cara yang dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit-penyakit tersebut.
d. Pemanenan
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 12 bulan. Pada budidaya tanaman ini dikenal istilah panen tunggal (single harvesting) dan panen ganda (double harvesting). Pada panen tunggal, tanaman dipanen setelah musim berakhir. Pemanenan dilakukan setelah sebagian besar daun menguning Pemanenan ini dilaksanakan 1 bulan sebelum penuaan (senescence) sampai 12
bulan sesudahnya. Caranya adalah dengan menggali, mengangkat, dan memotong umbi agar terpisah dari tajuknya. Panen terdiri dari panen pertama (first harvest) dan panen kedua (second harvest). Panen pertama dilakukan pada saat pertengahan bulan, kirakira 45 bulan sesudah tanam, secara hatihati agar tidak merusak sistem perakaran, tanah digali disekeliling tanaman dan umbi diangkat, kemudian umbi dilukai tepat pada bagian bawah sambungan umbi tajuk.
Selanjutnya tanaman ditanam kembali sehingga tanaman akan membentuk lebih banyak umbi lagi (retuberization) di sekitar luka setelah panen pertama. Saat tanaman menua pada akhir musim, panen kedua dilakukan. Saat ini tidak ada perlakuan khusus untuk menjaga sistem perakaran. Gadung biasanya dipanen dengan cara yang pertama atau panen tunggal. Sedangkan cara yang kedua lebih banyak dilakukan pada Dioscorea
cayenensis dan Dioscorea alata.
e. Penyimpanan
Sangat sedikit gadung yang setelah dipanen kemudian diproses lebih lanjut, umbi harus disimpan dalam bentuk segar. Sebelum disimpan, umbi segar dipanaskan (curing) pada suhu 2932 0 C dengan kelembaban relatif (relative
humidity) yang tinggi. Proses ini membantu meningkatkan cork dan pengobatan luka pada kulit umbi. Terdapat 3 faktor yang diperlukan agar penyimpanan berlangsung efektif, yaitu : 1) Aerasi harus dijaga dengan baik. Hal ini diperlukan untuk menjaga kelembaban kulit umbi, sehingga mengurangi serangan mikroorganisme. Aerasi juga diperlukan agar umbi dapat berespirasi atau bernafas dan menghilangkan panas akibat respirasi tersebut. 2) suhu harus dijaga antara 1215 0 C. Karena penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah menyebabkan kerusakan umbi (deterioration) dan warna umbinya berubah menjadi abu-abu. Sedangkan penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi membuat respirasi menjadi tinggi yang menyebabkan umbi kehilangan banyak berat keringnya. Secara tradisional, petani menyimpan umbi pada ruang yang teduh atau tertutup. 3) pengawasan harus dilakukan secara teratur. Umbi yang rusak harus segera dikeluarkan sebelum menginfeksi yang lain, dan mengawasi kemungkinan serangan oleh tikus atau serangga.
f. Cara Penurunan Kadar Racun
Umbi gadung sebelum dikonsumsi atau dimasak, terlebih dahulu harus dihilangkan racunnya, karena dapat menimbulkan pusingpusing bagi yang memakannya. Umbi gadung mengandung racun atau zat alkaloid yang disebut dioscorin (C13H19O2N), dimana racun ini apabila dikonsusmi, walaupun kadarnya rendah dapat menyebabkan pusing. Racun dioscorin dapat dlhilangkan dengan beberapa cara yang khusus, diantaranya adalah cara Rumphius.
Cara ini dapat menurunkan atau menghilangkan kadar racun umbi gadung. Langkah-langkah cara Rumphius adalah sebagai berikut :
- Ambil umbi gadung secara hati-hati agar tidak terluka
- Potong umbi menjadi beberapa potong dengan menggunakan pisau yang tajam.
- Lumuri luka bekas potongan tersebut dengan abu dapur, dan biarkan atau simpan selama 24 jam.
- Kemudian kupas kulit potongan umbi gadung tersebut hingga bersih.
- Cuci potongan gadung yang telah dikupas dalam air mengalir.
- Masukkan potongan umbi gadung ke dalam keranjang dan segera rendam dalam air garam selama 2 – 4 hari.
- Angkatlah dan tiriskan potongan-potongan umbi gadung tersebut dari air garam, lalu cuci dengan air gula.
- Selanjutnya, jemur potongan-potongan umbi gadung di bawah sinar matahari.
- Ulangi perendaman dalam air garam, pencucian dengan air gula dan penjemuran hingga 2 3 kali agar racun dioscorin benar-benar hilang.
Untuk mendapatkan kepastian bahwa umbi gadung sudah tidak beracun, dapat dicubakan kepada ternak. Apabila ternak yang memakan umbi gadung tersebut tidak menunjukkan gejala apa-apa, berarti umbi gadung tersebut sudah tidak mengandung racun. Namun sebaliknya apabila ternak yang memakannya menunjukkan gejala-gejala pusing-pusing berarti umbi gadung tersebut masih mengandung racun, oleh karena itu proses perendaman umbi gadung dalam air garam, pencucian dengan air gula dan penjemuran masih harus diulang sehingga racunnya benar-benar hilang.
Cara lain untuk menghilangkan racun umbi gadung adalah cara konvensional dengan langkah-langkah sebagai berikut
- Kupas kulit umbi gadung yang masih segar sehingga bersih.
- Potong umbi gadung tipis-tipis, lalu lumuri dengan abu kayu (abu dapur)
- Jemur umbi gadung yang telah dilumuri abu kayu tersebut hingga benar benar
kering.
- Rendam umbi gadung tersebut dengan air bersih yang mengalir selama 3 – 4 hari.
- Tiriskan umbi gadung tersebut, lalu cuci lagi dengan air garam.
- Angkat dan jemur umbi gadung hingga benar-benar kering.
IV. MANFAAT GADUNG
Pemanfaatan umbi gadung sampai saat ini yang paling banyak dilakukan oleh para petani adalah untuk membuat keripik. Keripik gadung dengan penampilan yang cukup menarik dan apabila dikonsumsi tidak menimbulkan rasa pusing banyak diminati oleh para konsumen. Pembuatan keripik gadung yang tidak beracun dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan keripik gadung yang tidak beracun adalah :
a. Alat-alat
yang dibutuhkan meliputi : pisau, wadah, tampah dan beberapa sarana penunjang lainnya.
b. Bahan-bahan yang diperlukan adalah : umbi gadung, garam, abu dapur, bumbu dan penyedap.
2. Cara Pembuatan
Tahapan kegiatan dalam pembuatan keripik gadung yang tidak beracun adalah sebagai berikut :
a. Pilih umbi gadung yang masih segar.
b. Kupas kulit umbi gadung dengan pisau yang tajam hingga bersih.
c. Iris - irislah umbi gadung tersebut sehingga menjadi irisan-irisan yang tipis.
d. Lumuri umbi gadung tersebut dengan abu dapur sambil sedikit diremas remas hingga lunak.
e. Jemur irisan umbi gadung yang berlumur abu dapur tersebut hingga benar-benar kering.
f. Rendam irisan umbi gadung dalam air mengalir selama 3 4 hari Apabila air perendaman tidak mengalir, maka air perendaman harus diganti setiap 2 3 jam sekali selama 3 4hari.
g. Angkatlah irisan umbi gadung tersebut dari air perendaman kemudian cuci dengan air bersih hingga abu dapurnya benar-benar hilang.
h. Cuci irisan umbi gadung tersbeut dalam air garam (sekaligus berfungsi untuk pembumbuan)
i. Jemur kembali irisan umbi gadung tersebut sehingga benar-benar kering.
j. Irisan umbi gadung kering yang sudah berbumbu tersebut dapat segera digoreng, disimpan ataupun langsung dikemas untuk dijual.
Selain untuk membuat keripik umbi gadung dapat dibuat berbagai olahan seperti tepung gadung, flake dan keripik (chips) gadung, bentuk tersebut adalah :
1. Tepung Gadung
a. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan adalah umbi segar dengan peralatan pisau, mortar dan saringan.
b. Cara Pembuatan
Umbi segar dikupas kulitnya kemudian dipotong-potong dengan ukuran kecil, selanjutnya potongan ini dijemur secara alami dibawah sinar matahari selama beberapa hari (sampai benar-benar kering). Potongan ini kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar atau penggilingan besar yang dijalankan oleh mesin dan disaring. Hasil tepung yang baik adalah berwarna putih dan berbentuk serbuk tepung. Potongan kering setelah dijemur dan tepung dapat disimpan selama beberapa bulan.
2. Flake Gadung
a. Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan adalah umbi segar yang telah dikupas, sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah panic, kompor, alat pemotong, plastik dan kulkas.
b. Cara Pembuatan
Umbi segar dikupas lalu direbus. Umbi rebusan ini dipotong-potong yang menyerupai flake. Bentuk flake ini dikeringkan dengan roller drying lalu dikemas dalam plastik dan siap disimpan dalam keadaan dingin untuk jangka waktu yang lama. Cara menyajikannya adalah dengan menuangkan air panas kedalam flake tersebut sambil diaduk. Pengadukan ini akan menyebabkan flake berubah menjadi bubur yang kental seperti pasta dan dimakan sebagai saus atau makanan utama.
3. Keripik Gadung
a. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan adalah umbi segar dan bumbu-bumbu, sedangkan peralatannya yaitu pisau, kompor, penggorengan dan plastik
b. Cara Pembuatan
Umbi dikupas kulitnya lalu dicuci sampai bersih dan dipotong-potong tipis. Potongan ini kemudian direndam dalam bumbu sesuai selera. Selanjutnya potongan digoreng menggunakan minyak, sesudah itu dikemas dalam plastik untuk disimpan, dikonsumsi atau dijual.
0 komentar:
Posting Komentar