Hak Asasi Manusia (HAM)
http://one.indoskripsi.com
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang dibawa
sejak lahir. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia maka
Negara wajib memberikan perlindungan. Hak asasi manusia bukanlah hak yang absolute. Dalam
pelaksanaannya Ham dibatasi oleh kebebasan orang lain, moral, keamanan,
dan ketertiban. Hak asasi manusia muncul dan menjadi bagian dari peradapan dunia diilhami oleh
rendahnya pengakuan dan perlakuan terhadap harkat dan martabat manusia.
Indonesia sebagai Negara hokum sesuai dengan penjelasan UUD 1945 wajib memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan cirri-ciri Negara hukum.
Perkembangan pesat akan pengakuan dan penghargaan akan HAM di Indonesia dimulai sejak amandemen kedua UUD 1945 yang secara eksplisit memasukan ketentuan HAM menjadi bagian dari batang tubuh UUD 1945. Pengakuan dan penghargaan HAM di Indonesia di tindak lanjuti dengan upaya pemberian perlindunagan hokum kepada warga Negara dengan didirikannya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang diikuti dengan didirikannya Peradilan Ham di Indonesia.
Indonesia sebagai Negara hokum sesuai dengan penjelasan UUD 1945 wajib memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Hal ini sesuai dengan cirri-ciri Negara hukum.
Perkembangan pesat akan pengakuan dan penghargaan akan HAM di Indonesia dimulai sejak amandemen kedua UUD 1945 yang secara eksplisit memasukan ketentuan HAM menjadi bagian dari batang tubuh UUD 1945. Pengakuan dan penghargaan HAM di Indonesia di tindak lanjuti dengan upaya pemberian perlindunagan hokum kepada warga Negara dengan didirikannya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang diikuti dengan didirikannya Peradilan Ham di Indonesia.
1. Pengantar HAM
Berbicara tentang hak asasi manusia maka kita perlu mengetahui dahulu kapan isu HAM itu muncul dalam rangka apa isu ini dimunculkan termasuk sejak kapan Pemerintah RI merespon isu HAM.
HAM bukanlah hak yang berasal dari Negara akan tetapi fungsi Negara adalah mengakui, menghargai dan memberikan perlindungan HAM, berdasarkan hal ini perlu diketahui mengenai difinisi atau pengertian HAM menurut Negara berdasarkan ketentuan undang-undang yang ada.
Sebagai hak asasi yang dimiliki sejak lahir maka ham tentunya perlu diatur dalam pelaksanaannya oleh Negara. Hal ini untuk menghindari adanya pelanggaran HAM yang diakibatkan pelaksanaan HAM orang lain. Untuk itu kita perlu diketahui apakah yang menjadi batasan dalam pelaksanaan Hak asasi manusia.
Berbicara tentang hak asasi manusia maka kita perlu mengetahui dahulu kapan isu HAM itu muncul dalam rangka apa isu ini dimunculkan termasuk sejak kapan Pemerintah RI merespon isu HAM.
HAM bukanlah hak yang berasal dari Negara akan tetapi fungsi Negara adalah mengakui, menghargai dan memberikan perlindungan HAM, berdasarkan hal ini perlu diketahui mengenai difinisi atau pengertian HAM menurut Negara berdasarkan ketentuan undang-undang yang ada.
Sebagai hak asasi yang dimiliki sejak lahir maka ham tentunya perlu diatur dalam pelaksanaannya oleh Negara. Hal ini untuk menghindari adanya pelanggaran HAM yang diakibatkan pelaksanaan HAM orang lain. Untuk itu kita perlu diketahui apakah yang menjadi batasan dalam pelaksanaan Hak asasi manusia.
a. Sejarah HAM dan Pengakuan Hukumnya di Indonesia
Umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Padahal jauh sebelum magna charta telah lahir piagam Madinah pada tahun 622 yang sarat akan perlindungan hak asasi manusia. Hal ini mengingat penduduk madinah pada waktu itu tidak hanya kaum muslimin tetapi terdiri dari berbagai suku dan agama. Lahirnya magna charta ini diikuti dengan lahirnyaBill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada saat itu mulai ada adagium yang berintikan bahwa manusia sama dimuka hukum. Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya demokrasi dan Negara hukum. Pada prinsipnya Bill OF Rights ini melahirkan persamaan. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Selanjutnya pada tahun 1789 lahir pula The French Declaration, dimana hak-hak lebih dirinci yang kemudian melahirkan The Rule of law.
Dalam The French Declaration antara lain disebutkan tidak boleh ada penangkapan tanpa ada alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintahyang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Disamping itu dinyatakan juga adanya asas presumption of innocence, artinya orang-orang tang ditangkap, kemudian dituduh dan ditahan, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hokum tetapyang menyatakan ia bersalah. Dalam deklarasi ini juga dipertegas adanya freedom of expression, Semua hak-hak yang ada dalam berbagai instrument HAM tersebut kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang disahkan oleh PBB tahun 1948.
Menurut penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang salah satu cirri-ciri dari Negara hukum tersebur adalah pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, ini sudah menjadi bukti bahwa Negara Indonesia mengakui adanya HAM dan melindunginya. Selain itu melalui kebijakan politik, perhatian bangsa Indonesia terhadap HAM sudah tampak pada penyusunan GBHN tahun 1993. Sedangkan pelembagaan hak asasi manusia itu sendiri sudah berlangsung sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 tahun 1993 Tantang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pada tahun 1998 pemerintah telah mencanagkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia ( RAN HAM) dengan KEPPRES No 129, langkah-langkah tersebut disusul dengan peratifikasian beberapa konvensi Internasional mengenai HAM, seperti Konvensi Anti Penyiksaan dengan UU Nomor 5 Tahun 1998.
Umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Padahal jauh sebelum magna charta telah lahir piagam Madinah pada tahun 622 yang sarat akan perlindungan hak asasi manusia. Hal ini mengingat penduduk madinah pada waktu itu tidak hanya kaum muslimin tetapi terdiri dari berbagai suku dan agama. Lahirnya magna charta ini diikuti dengan lahirnyaBill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada saat itu mulai ada adagium yang berintikan bahwa manusia sama dimuka hukum. Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya demokrasi dan Negara hukum. Pada prinsipnya Bill OF Rights ini melahirkan persamaan. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Selanjutnya pada tahun 1789 lahir pula The French Declaration, dimana hak-hak lebih dirinci yang kemudian melahirkan The Rule of law.
Dalam The French Declaration antara lain disebutkan tidak boleh ada penangkapan tanpa ada alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintahyang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Disamping itu dinyatakan juga adanya asas presumption of innocence, artinya orang-orang tang ditangkap, kemudian dituduh dan ditahan, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hokum tetapyang menyatakan ia bersalah. Dalam deklarasi ini juga dipertegas adanya freedom of expression, Semua hak-hak yang ada dalam berbagai instrument HAM tersebut kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang disahkan oleh PBB tahun 1948.
Menurut penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang salah satu cirri-ciri dari Negara hukum tersebur adalah pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, ini sudah menjadi bukti bahwa Negara Indonesia mengakui adanya HAM dan melindunginya. Selain itu melalui kebijakan politik, perhatian bangsa Indonesia terhadap HAM sudah tampak pada penyusunan GBHN tahun 1993. Sedangkan pelembagaan hak asasi manusia itu sendiri sudah berlangsung sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 tahun 1993 Tantang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pada tahun 1998 pemerintah telah mencanagkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia ( RAN HAM) dengan KEPPRES No 129, langkah-langkah tersebut disusul dengan peratifikasian beberapa konvensi Internasional mengenai HAM, seperti Konvensi Anti Penyiksaan dengan UU Nomor 5 Tahun 1998.
b. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (pasal 1 angka 1 UU Nomor 39 Tahun 1999).
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (pasal 1 angka 1 UU Nomor 39 Tahun 1999).
c. Pembatasan HAM
Hak asasi manusia ternyata bukanlah hak yang absolute. Dalam pelaksanaannya dibatasi oleh hak orang lain, moral, keamanan dan ketertiban. Oleh karena itu dalam hak asasi manusia dikenal juga adanya kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajibanyang apabila tidak dilaksanakan, maka tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia (pasal 1 angka 2 UU. Nomor 39 Tahun 1999). Undang – undang ini memandang kewajiban dasar manusia merupaksan sisi lain dari hak asasi manusia. Tanpa menjalankan kewajiban dasar manusia, adalah tidak mungkin terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Oleh karena itu pelaksanaan hak asasi seseorang harus dibatasi oleh kewajiban menghormati hak asasi orang lain. Hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas.
Hak asasi manusia ternyata bukanlah hak yang absolute. Dalam pelaksanaannya dibatasi oleh hak orang lain, moral, keamanan dan ketertiban. Oleh karena itu dalam hak asasi manusia dikenal juga adanya kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajibanyang apabila tidak dilaksanakan, maka tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia (pasal 1 angka 2 UU. Nomor 39 Tahun 1999). Undang – undang ini memandang kewajiban dasar manusia merupaksan sisi lain dari hak asasi manusia. Tanpa menjalankan kewajiban dasar manusia, adalah tidak mungkin terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Oleh karena itu pelaksanaan hak asasi seseorang harus dibatasi oleh kewajiban menghormati hak asasi orang lain. Hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas.
2.3. HAM Menurut Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945
Hak asasi manusia pada prinsipnya merupakan hak yang universal, akan tetapi dalam pelaksanaannya di masing – masing negara disesuaikan dengan kondisi politik dan social budaya masing – masing negara. Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 yang menjadi batasan sekaligus berisi pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Seberapa jauh nilai – nilai hak asasi manusia terkandung dalam Pancasila dan UUD 19456 dapat dijadikan barometer Negara Kesatuan RepublikIndonesia telah mengakuai dan menghargai hak asasi manusia. Hal ini mengingat Piagam PBB yang memuat pengakuan dan perlindungan HAM baru lahir pada tahun 1948 sesudah lahirnya NKRI pada tahun 1945.
Hak asasi manusia pada prinsipnya merupakan hak yang universal, akan tetapi dalam pelaksanaannya di masing – masing negara disesuaikan dengan kondisi politik dan social budaya masing – masing negara. Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945 yang menjadi batasan sekaligus berisi pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Seberapa jauh nilai – nilai hak asasi manusia terkandung dalam Pancasila dan UUD 19456 dapat dijadikan barometer Negara Kesatuan RepublikIndonesia telah mengakuai dan menghargai hak asasi manusia. Hal ini mengingat Piagam PBB yang memuat pengakuan dan perlindungan HAM baru lahir pada tahun 1948 sesudah lahirnya NKRI pada tahun 1945.
a. Hubungan HAM dengan Pancasila
Dari kelima sila yang diamanatkan dalam Pancasila dapat diuraikan hubungan antara HAM dengan Pancasila sebagai berikut :
Dari kelima sila yang diamanatkan dalam Pancasila dapat diuraikan hubungan antara HAM dengan Pancasila sebagai berikut :
1). Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing. Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM ps 2 dimana terdapat perlindungan HAM dari adanya diskriminasi, atas dasar sex, warna kulit, ras, agama, bahasa politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan, rasial, kekayaan dan kelebihan ataupun statusnya.
Sila tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing. Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM ps 2 dimana terdapat perlindungan HAM dari adanya diskriminasi, atas dasar sex, warna kulit, ras, agama, bahasa politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan, rasial, kekayaan dan kelebihan ataupun statusnya.
2). Sila Kedua, Kemanusiaan yangAdil dan Beradab
Sila ini mengamanatkan adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesame manusia sebagaimana tercantum dalam Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya diskriminasi.
Sila ini mengamanatkan adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesame manusia sebagaimana tercantum dalam Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya diskriminasi.
3). Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan Prinsip HAM dimana hendaknya sesame manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan Prinsip HAM dimana hendaknya sesame manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan.
4). Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Inti dari sila ini adalah musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
Inti dari sila ini adalah musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
5). Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Asas keadilan dalam HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.
Asas keadilan dalam HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.
b). Hubungan HAM dan UUD 1945
Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada UUD 1945 sebelum amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak mengakomodir ketentuan tentang HAM. Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun 1948. Ketentuan yang berkaitan dengan HAM dapat dilihat sebagai berikut :
(1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan kelompok atau warga Negara tertentu.
(2). Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian pembangunan kesejahteraan secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan untuk sejahtera.
(3). Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia Indonesia seluruhnya secara merata guna mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
(4). Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban untuk menyumbangkan pada bangsa – bangsa lain di dunia, tanpa perbedaan.
(5). Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM adalah salah satu cirri Negara hokum adalah mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan umum diterangkan bahwa UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” dan pasal – pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala paham golongan, dan paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan kerakyatan perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta lebih mengutamakan kepentingan bersama manusia.
Meskipun tidak diatur secara khusus ketentuan tentang HAM pada UUD 1945 sebelum amandemen ke dua, bukan berarti dalam UUD 1945 tidak mengakomodir ketentuan tentang HAM. Jika dilihat dari lahirnya UUD 1945 lebih dulu lahir daripada Deklarasi HAM tahun 1948. Ketentuan yang berkaitan dengan HAM dapat dilihat sebagai berikut :
(1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan demikian perlindungan diberikan kepada seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, tidak hanya terbatas atau berdasarkan kepentingan kelompok atau warga Negara tertentu.
(2). Memajukan kesejahteraan umum, hal ini mengandung pengertian pembangunan kesejahteraan secara merata dan setiap warga Negara punya kesempatan untuk sejahtera.
(3). Mencerdaskan kehidupan bangsa, guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia Indonesia seluruhnya secara merata guna mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
(4). Melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, membangun bangsa yang mandiri serta kewajiban untuk menyumbangkan pada bangsa – bangsa lain di dunia, tanpa perbedaan.
(5). Dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum (rechtsstaat bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka/machtsstaat). Kaitannya dengan HAM adalah salah satu cirri Negara hokum adalah mengakui adanya HAM. Selanjutnya dalam penjelasan umum diterangkan bahwa UUD menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam “pembukaan” dan pasal – pasalnya, dimana mengandung arti bahwa Negara mengatasi segala paham golongan, dan paham perorangan, mewujudkan keadilan social berdasarkan kerakyatan perwakilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mencerminkan cita – cita hokum bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi HAM serta lebih mengutamakan kepentingan bersama manusia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka hubungan HAM dengan UUD
1945 dapat diterjemahkan dalam moral bangsa sebagai berikut :
(a). Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan hokum, dengan perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun, perorangan atau kelompok yang berada di dalam batas wilayah NKRI.
(b). Kebijaksanaan Ekonomi dan Kesejahteraan, dengan kesempatan serta beban tanggungjawab yang sama, bagi siapapun yang ingin berusaha atas dasar persaiangan yang sehat.
(c). Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kebebasan serta batasan – batasan yang perlu menjaga ketahanan dan pertahanan mental terhadap anasir dan eksploitasi dari dalam dan luar negeri.
(d). Kebijaksanaan luar negeri, meningkatkan kehormatan bangsa yang merdeka yang bias mengatur diri sendiri, serta mampu menyumbang pada hubungan baik antara bangsa – bangsa di dunia.
(a). Kebijaksanaan harus diarahkan pada kebijaksanaan politik dan hokum, dengan perlakuan serta hak dan kewajiban yang sama bagi siapapun, perorangan atau kelompok yang berada di dalam batas wilayah NKRI.
(b). Kebijaksanaan Ekonomi dan Kesejahteraan, dengan kesempatan serta beban tanggungjawab yang sama, bagi siapapun yang ingin berusaha atas dasar persaiangan yang sehat.
(c). Kebijaksanaan Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kebebasan serta batasan – batasan yang perlu menjaga ketahanan dan pertahanan mental terhadap anasir dan eksploitasi dari dalam dan luar negeri.
(d). Kebijaksanaan luar negeri, meningkatkan kehormatan bangsa yang merdeka yang bias mengatur diri sendiri, serta mampu menyumbang pada hubungan baik antara bangsa – bangsa di dunia.
Selanjutnya dalam UUD 1945 terdapat pasal – pasal yang berkaitan
dengan masalah – masalah HAM, pasal – pasal tersebut adalah :
a). Pasal 27, tentang kesamaan kedudukan hokum dan pemerintahan, tanpa ada kecuali serta setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
b). Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
c). Pasal 29, tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
d). Pasal 30, tentang hak untuk membela bangsa
e). Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran
f). Pasal 33, tentang hak perekonomian atas asas kekeluargaan
g). Pasal 34, tentang fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dalam perkembangannya sesuai dengan amandemen kedua UUD 1945 berdasarkan siding tahunan tahun 2000, masalah hak asasi manusia secara lugas telah dicantumkan dalam BAB XA, Pasal 28A sampai dengan 28J.
Dari uraian tersebut diatas maka UUD 1945 mulai dari pembukaan, penjelasan umum, dan batang tubuh cukup memuat tentang pengakuan hak asasi manusia, atau dengan kata lain secara yuridis konstitusional, Indonesia mengakui HAM jauh sebelum lahirnya Universal Declaration of Human Right.
a). Pasal 27, tentang kesamaan kedudukan hokum dan pemerintahan, tanpa ada kecuali serta setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
b). Pasal 28, tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
c). Pasal 29, tentang kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
d). Pasal 30, tentang hak untuk membela bangsa
e). Pasal 31, tentang hak mendapat pengajaran
f). Pasal 33, tentang hak perekonomian atas asas kekeluargaan
g). Pasal 34, tentang fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Dalam perkembangannya sesuai dengan amandemen kedua UUD 1945 berdasarkan siding tahunan tahun 2000, masalah hak asasi manusia secara lugas telah dicantumkan dalam BAB XA, Pasal 28A sampai dengan 28J.
Dari uraian tersebut diatas maka UUD 1945 mulai dari pembukaan, penjelasan umum, dan batang tubuh cukup memuat tentang pengakuan hak asasi manusia, atau dengan kata lain secara yuridis konstitusional, Indonesia mengakui HAM jauh sebelum lahirnya Universal Declaration of Human Right.
2.4. Penghargaan dan Perlindungan Hukum HAM
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa NKRI sejak kelahirannya telah mengakui dan menghargai HAM. Permasalahannya HAM tidak cukup hanya diakui saja tetapi satu hak yang penting adalah adanya upaya perlindungan hokum yang diberikan oleh Negara sebagai wujud adanya upaya penegakan HAM.
Penegakan HAM selain diperlukan adanya instrument hokum juga diperlukan adanya lembaga – lembaga yang menangani pelanggaran – pelanggaran Hak Asasi Manusia khususnya kasus – kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir, ditujukan terhadap penduduk sipil. Hal ini disebabkan untuk pelanggaran HAM biasa atau ringan telah ada lembaga peradilan yang menanganinya.
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa NKRI sejak kelahirannya telah mengakui dan menghargai HAM. Permasalahannya HAM tidak cukup hanya diakui saja tetapi satu hak yang penting adalah adanya upaya perlindungan hokum yang diberikan oleh Negara sebagai wujud adanya upaya penegakan HAM.
Penegakan HAM selain diperlukan adanya instrument hokum juga diperlukan adanya lembaga – lembaga yang menangani pelanggaran – pelanggaran Hak Asasi Manusia khususnya kasus – kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir, ditujukan terhadap penduduk sipil. Hal ini disebabkan untuk pelanggaran HAM biasa atau ringan telah ada lembaga peradilan yang menanganinya.
1). Instrumen HAM
Instrumen HAM Nasional yang ada saat ini utamanya adalah :
a). UUD 1945 khususnya amandemen II
b). TAP MPR No. XVIII/MPR/1998
c). UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
d). UU No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi atas Konvensi Penghapusan segala Diskriminasi Terhadap Perempuan
e). Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM
f). Keppres No. 36 Tahun 1990, Ratifikasi atas Konvensi Hak Anak
g). UU No. 5 Tahun 1998, Ratifikasi atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia.
h). UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
i). Keppres No. 181/1998, tentang Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan
j). Keppres No. 61/2003, tentang Rencana Aksi HAM Indonesia
k). Keppres No. 52 Tahun 2004, tentang Komnas Lanjut Usia (Lansia)
l). UU No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak
m).UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Instrumen HAM Nasional yang ada saat ini utamanya adalah :
a). UUD 1945 khususnya amandemen II
b). TAP MPR No. XVIII/MPR/1998
c). UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
d). UU No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi atas Konvensi Penghapusan segala Diskriminasi Terhadap Perempuan
e). Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM
f). Keppres No. 36 Tahun 1990, Ratifikasi atas Konvensi Hak Anak
g). UU No. 5 Tahun 1998, Ratifikasi atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia.
h). UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
i). Keppres No. 181/1998, tentang Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan
j). Keppres No. 61/2003, tentang Rencana Aksi HAM Indonesia
k). Keppres No. 52 Tahun 2004, tentang Komnas Lanjut Usia (Lansia)
l). UU No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak
m).UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Pada dasarnya, instrument – instrument utama HAM di Indonesia
tersebut menggaris bawahi bahwa :
a.HAM merupakan hak – hak dan kebebasan dasar yang dimiliki oleh setiap orang
b.Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi HAM, dilaksanakan oleh penyelenggara kekuasaan Negara pada semua tingkatan
c.Adanya kewajiban dasar antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menghormati HAM orang lain.
a.HAM merupakan hak – hak dan kebebasan dasar yang dimiliki oleh setiap orang
b.Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melindungi, memajukan, menegakkan dan memenuhi HAM, dilaksanakan oleh penyelenggara kekuasaan Negara pada semua tingkatan
c.Adanya kewajiban dasar antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menghormati HAM orang lain.
2). Hak – Hak Asasi Manusia yang Dilindungi
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa Pancasila dan UUD 1945 maknanya syarat dengan penghargaan dan perlindungan hukum Hak Asasi Manusia, selain itu ketetapan tentang penghormatan, penegakan dan penyebarluasan HAM juga termuat dalam TAP MPR No. XVII tahun 1998 tentang “Hak Asasi Manusia”. Berdasarkan konstitusi dan TAP MPR tersebut maka penghargaan dan perlindungan HAM secara lebih rinci dituangkan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang – Undang No 39 Tahun 1999 dan UUD 1945 setelah di amandemen pada Bab XA pasal 28A sampai 28J minimal terdapat 10 Hak Asasi Manusia yang dilindungi, hak – hak tersebut adalah :
a.Hak untuk hidup
b.Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c.Hak untuk mengembangkan diri
d.Hak memperoleh keadilan
e.Hak atas kebebasan pribadi
f.Hak atas rasa aman
g.Hak atas kesejahteraan
h.Hak turut erta dalam pemerintahan
i.Hak wanita
j.Hak anak
Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya bahwa Pancasila dan UUD 1945 maknanya syarat dengan penghargaan dan perlindungan hukum Hak Asasi Manusia, selain itu ketetapan tentang penghormatan, penegakan dan penyebarluasan HAM juga termuat dalam TAP MPR No. XVII tahun 1998 tentang “Hak Asasi Manusia”. Berdasarkan konstitusi dan TAP MPR tersebut maka penghargaan dan perlindungan HAM secara lebih rinci dituangkan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang – Undang No 39 Tahun 1999 dan UUD 1945 setelah di amandemen pada Bab XA pasal 28A sampai 28J minimal terdapat 10 Hak Asasi Manusia yang dilindungi, hak – hak tersebut adalah :
a.Hak untuk hidup
b.Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c.Hak untuk mengembangkan diri
d.Hak memperoleh keadilan
e.Hak atas kebebasan pribadi
f.Hak atas rasa aman
g.Hak atas kesejahteraan
h.Hak turut erta dalam pemerintahan
i.Hak wanita
j.Hak anak
3). Kelembagaan HAM
Dalam upaya pemberian perlindunmgan terhadap hak asasi manusia, disamping diperlukan instrument hukum, baik instrument hukum internasional maupun instrument hukum nasional (berupa peraturan perundang-undangan), juga diperlukan instrument yang bersifat kelembagaan, oleh karena itu dibentuk lembaga-lembaga sebagai berikut :
Dalam upaya pemberian perlindunmgan terhadap hak asasi manusia, disamping diperlukan instrument hukum, baik instrument hukum internasional maupun instrument hukum nasional (berupa peraturan perundang-undangan), juga diperlukan instrument yang bersifat kelembagaan, oleh karena itu dibentuk lembaga-lembaga sebagai berikut :
a. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Melalui Keppres Tahun 1993, telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Tujuannya adalah untuk :
a.Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
b.Meningkatkan Perlindungan dan Penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya dalam berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, KOMNAS HAM melaksanakan beberapa fungsi :
a.Pengkajian
b.Penelitian
c.Penyuluhan
d.Pemantauan
e.Mediasi tentang HAM
Melalui Keppres Tahun 1993, telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM). Tujuannya adalah untuk :
a.Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
b.Meningkatkan Perlindungan dan Penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya dalam berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, KOMNAS HAM melaksanakan beberapa fungsi :
a.Pengkajian
b.Penelitian
c.Penyuluhan
d.Pemantauan
e.Mediasi tentang HAM
b. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Menurut ketentuan UU No. 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota, jadi pengadilan HAM bukanlah merupakan system peradilan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari peradilan umum atau merupakan bagian dari peradilan negeri. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat meliputi :
a.Kejahatan Genocida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara :
Membunuh anggota kelompok
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota – anggota kelompok
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian
Memaksakan tindakan – tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok
Memindahkan secara paksa anak – anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000)
b.Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistemik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
Pembunuhan
Pemusnahan
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
Perampasan kemerdekaan
Penyiksaan
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk – bentuk kekerasan lain yang setara
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alas an lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional
Penghilangan orang secara paksa
Kejahatan apartheid (Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000)
Menurut ketentuan UU No. 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota, jadi pengadilan HAM bukanlah merupakan system peradilan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari peradilan umum atau merupakan bagian dari peradilan negeri. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat meliputi :
a.Kejahatan Genocida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara :
Membunuh anggota kelompok
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota – anggota kelompok
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian
Memaksakan tindakan – tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok
Memindahkan secara paksa anak – anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000)
b.Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistemik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
Pembunuhan
Pemusnahan
Perbudakan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
Perampasan kemerdekaan
Penyiksaan
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk – bentuk kekerasan lain yang setara
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alas an lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hokum internasional
Penghilangan orang secara paksa
Kejahatan apartheid (Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000)
Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat dikatakan sebagai pelanggaran
HAM yang berat bila memenuhi unsure sebagai berikut :
a.Adanya serangan yang luas atau sistematis
b.Diketahui bahwa serangan itu ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil
c.Serangan itu sebagai kelanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi
Pengadilan HAM menurut ketentuan UU No. 26 Tahun 2000 disamping berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di teritorial wilayah NKRI, juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar teritorial wilayah RI. Tujuan dimuatnya ketentuan ini adalah untuk melindungi WNI yang melakukan pelanggaran HAM yang berat di luar negeri, karena dengan ketentuan ini mereka dapat diadili dan di hukum berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya Pasal 6 UU No. 26 Tahun 2000 memberikan pengecualian berkenaan wewenang Pengadilan HAM bahwa Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.
a.Adanya serangan yang luas atau sistematis
b.Diketahui bahwa serangan itu ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil
c.Serangan itu sebagai kelanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi
Pengadilan HAM menurut ketentuan UU No. 26 Tahun 2000 disamping berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di teritorial wilayah NKRI, juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar teritorial wilayah RI. Tujuan dimuatnya ketentuan ini adalah untuk melindungi WNI yang melakukan pelanggaran HAM yang berat di luar negeri, karena dengan ketentuan ini mereka dapat diadili dan di hukum berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Selanjutnya Pasal 6 UU No. 26 Tahun 2000 memberikan pengecualian berkenaan wewenang Pengadilan HAM bahwa Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.
c. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc
UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia tidak menganut asas retroaktif, maka pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum undang-undang ini di undangkan. Pada masa orde baru banyak terjadi pelanggaran HAM yang berat, seperti tragedi tanjung priok, tragedi talang sari, tragedi timika, tragedi aceh, serta yang terjadi di era reformasi seperti tragedi Ambon, tragedi Sampit, tragedi Poso dan kasus Timor Timur. Untuk mengatasi hal tersebut UU No. 26 Tahun 2000 melalui pasal 43 menghendaki dibentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc yang diberi wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum di undangkannya UU No. 26 Tahun 2000. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc ini berada di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa pelanggaran HAM yang berat tertentu dan diangkat dengan Keputusan Presiden. Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc sama dengan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia.
UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia tidak menganut asas retroaktif, maka pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum undang-undang ini di undangkan. Pada masa orde baru banyak terjadi pelanggaran HAM yang berat, seperti tragedi tanjung priok, tragedi talang sari, tragedi timika, tragedi aceh, serta yang terjadi di era reformasi seperti tragedi Ambon, tragedi Sampit, tragedi Poso dan kasus Timor Timur. Untuk mengatasi hal tersebut UU No. 26 Tahun 2000 melalui pasal 43 menghendaki dibentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc yang diberi wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum di undangkannya UU No. 26 Tahun 2000. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc ini berada di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa pelanggaran HAM yang berat tertentu dan diangkat dengan Keputusan Presiden. Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc sama dengan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia.
d.Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Untuk mempercepat proses menentukan kebenaran dan mewujudkan Rekonsiliasi Nasional UU No. 26 Tahun 2000 memberikan alternative penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dilakukan diluar Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Pasal 47 penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan oleh suatu komisi yaitu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi ini dibentuk dengan suatu undang – undang. Penyelesaian perkara pelanggaran HAM yang berat melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi mendatangkan banyak manfaat antara lain proses penyelidikan, penuntutan dan penyidangan tidak berlarut – larut dan dapat memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tersebut harus terdiri dari orang – orang yang betul mempunyai integritas moral yang tinggi, mempunyai pengetahuan dan kepedulian terhadap hak asasi manusia dan bebas dari keterkaitan masa lalu.
Untuk mempercepat proses menentukan kebenaran dan mewujudkan Rekonsiliasi Nasional UU No. 26 Tahun 2000 memberikan alternative penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dilakukan diluar Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Pasal 47 penyelesaian perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat dilakukan oleh suatu komisi yaitu Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komisi ini dibentuk dengan suatu undang – undang. Penyelesaian perkara pelanggaran HAM yang berat melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi mendatangkan banyak manfaat antara lain proses penyelidikan, penuntutan dan penyidangan tidak berlarut – larut dan dapat memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tersebut harus terdiri dari orang – orang yang betul mempunyai integritas moral yang tinggi, mempunyai pengetahuan dan kepedulian terhadap hak asasi manusia dan bebas dari keterkaitan masa lalu.
2.Penutup
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a.Hak Asasi Manusia bukanlah hak yang absolute, tetapi dalam pelaksanaannya dibatasi oleh hak – hak orang lain, moral, keamanan dan ketertiban
b.Indonesia sebagai Negara hokum menjunjung tinggi hak asasi manusia, hal ini termuat dalam Pancasila yang sarat akan nilai – nilai hak asasi manusia dan UUD 1945 yang memuat materi tentang HAM mulai dari pembukaan, penjelasan umum dan batang tubuhnya
c.Penghargaaan dan Perlindungan HAM secara terinci termuat dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan dibentuknya lembaga – lembaga yang berkaitan dengan penegakan HAM seperti KOMNAS HAM, Pengadilan HAM, Pengadilan HAM Ad Hoc dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a.Hak Asasi Manusia bukanlah hak yang absolute, tetapi dalam pelaksanaannya dibatasi oleh hak – hak orang lain, moral, keamanan dan ketertiban
b.Indonesia sebagai Negara hokum menjunjung tinggi hak asasi manusia, hal ini termuat dalam Pancasila yang sarat akan nilai – nilai hak asasi manusia dan UUD 1945 yang memuat materi tentang HAM mulai dari pembukaan, penjelasan umum dan batang tubuhnya
c.Penghargaaan dan Perlindungan HAM secara terinci termuat dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan dibentuknya lembaga – lembaga yang berkaitan dengan penegakan HAM seperti KOMNAS HAM, Pengadilan HAM, Pengadilan HAM Ad Hoc dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
0 komentar:
Posting Komentar