Obat Herbal Sepenting Obat Dokter
Seorang pekerja tengah meracik jamu godog (rebus) tradisional di Parang, Kecamatan Banyakan, Kediri, Jawa Timur, Minggu (15/6). (ANTARA/Arief Priyono)
Surabaya (ANTARA News) - Indonesia itu negara kaya akan tanaman obat berkhasiat, dan ini sudah kesohor di seantero dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman berkhasiat untuk obat herbal ini diwariskan turun temurun oleh nenek moyang sejak lama.

Namun, pengetahuan ilmiah tentang karakteristik obat berbahan alam itu masih relatif baru, padahal potensinya cukup besar.

"Hingga tahun 2010, permintaan produk herbal mampu menembus angka Rp10 triliun," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, Wahono Sumaryono, pada "Workshop on Improvement the Management Center for Phytopharmaceutical Product Development" di Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya, Jumat pekan lalu.

Wahono melanjutkan, tren permintaan produk herbal boleh dibilang meningkat.

"Tapi, peningkatan tren itu perlu mendapat dukungan dari penelitian-penelitian dan uji klinis yang spesifik agar tingkat kepercayaan masyarakat, termasuk kalangan medis formal, meningkat," katanya.

Untuk itu, dia menyambut baik inisiatif Fakultas Farmasi, Universitasa Airlangga, dalam mendirikan "Center for Phytopharmaceutical Product Development (CPPD)" yang akan berposisi menjadi pusat kajian dan riset produk-produk herbal dari tanaman asli Indonesia.

"Saya berharap dengan adanya pusat riset seperti CPPD itu, maka kebutuhan riset untuk membuktikan khasiat produk herbal secara ilmiah bisa semakin dipenuhi," kata Wahono.

Di samping mensasar riset ilmiah untuk produk herbal lokal, CPPD diharapkan bisa mengatasi kendala-kendala yang dihadapi produk herbal seperti belum diterimanya obat herbal oleh sistem pelayanan kesehatan formal dan masih kurangnya kebijakan promosi serta investasi produk herbal.

"Pada dasarnya budaya masyarakat Indonesia cukup terbuka terhadap obat-obat herbal. Kita tahu bahwa masyarakat kita masih percaya dengan penggunaan obat tradisional," katanya.

Kesadaran sosial seperti itu bersambungan dengan tumbuhnya kecenderungan "back to nature" (kembali ke alam) pada masyarakat, yaitu menggunakan obat tradisional sebagai cara aman dan menyehatkan dalam membuat tubuh bugar.

"Itulah peluang yang harus kita garap dengan baik dengan memaksimalkan potensi. Keberadaan CPPD sebagai pusat riset, saya rasa akan sangat membantu agar obat-obat herbal teruji khasiatnya secara klinis dan bukan lagi sekedar mitos," kata Wahono lagi.

Pandangan Wahono bersesuaian dengan pemikiran Direktur Institute of Tropical Disease dr. Nasronudin. Saat ini kalangan medis formal termasuk para dokter, sebenarnya sudah cukup sering memulai menggunakan produk herbal untuk menyembuhkan pasien, demikian Nasronudin.

"Misalnya saja untuk menaikkan kadar trombosit pada penderita demam berdarah, kini para dokter sudah banyak yang meyakini bahwa beras merah memiliki khasiat cukup baik untuk meningkatkan kadar trombosit dalam darah," kata Nasronudin.

Setelah diteliti, katanya, beras merah ternyata mengandung protein khusus yang mampu meningkatkan kadar trombosit pada penderita demam berdarah.

"Tanaman-tanaman herbal seperti beras merah ini sudah banyak digunakan dalam dunia medis formal, bahkan RSUD dr Soetomo Surabaya sudah mempunyai unit khusus dengan pengobatan alami," katanya.

Dukungan riset dunia medis formal itu dibenarkan pelaku industri produk herbal, Rachmat Sarwono.

Direktur PT. Industri Jamu Borobudur itu mengakui dunia industri herbal saat ini memang sangat membutuhkan hasil berbagai riset yang diselenggarakan perguruan tinggi.

"Penyebaran informasi hasil penelitian dari perguruan tinggi masih belum maksimal dan terkesan ditutup-tutupi, padahal hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sebetulnya bisa dimanfaatkan dan diimplementasikan industri," katanya.

Rachmat berharap CPPD bersedia membukukan hasil riset obat herbal dan mempublikasikannya dalam buku, sehingga CPPD menjadi jembatan antara perguruan tinggi dan industri. Akhirnya, khasiat produk herbal dirasakan langsung masyarakat.(*)

Ant/AR09