SELAMAT DATANG DI:http://ahmadsyahbio.tk atau ahmadsyahbio.blogspot.com Sebagai kumpulan bacaan di ambil dari berbagai sumber untuk menambah pengetahuan kita semoga bermanfaat silahkan tinggalkan komentar anda...terimakasih.

Selasa, 02 Februari 2010

Dosen Ekologi dan Fisiologi Tumbuhan (Major), Perencanaan dan Pengembangan Bahan Ajar dan Multimedia Pembelajaran Biologi

GURU - JALAN AMALAN MULIA



Rabu, 27 Januari 2010


PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, TAKTIK, DAN MODEL PEMBELAJARAN

PENGERTIAN PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, TAKTIK, DAN MODEL PEMBELAJARAN

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
• Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
• Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
• Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
• Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
• Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
• Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
• Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
• Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

STRATEGI PEMBELAJARAN adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

STRATEGI PEMBELAJARAN sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya METODE PEMBELAJARAN dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan TEKNIK PEMBELAJARAN yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara TAKTIK PEMBELAJARAN merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK DAN BAHKAN TAKTIK PEMBELAJARAN sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah DESAIN PEMBELAJARAN. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Selasa, 26 Januari 2010


PENDEKATAN KONTEKTUAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENDEKATAN KONTEKTUAL DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Mata pelajaran IPA sebagai proses pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman lansung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Pendidikan Biologi diarahkan untuk inquiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu pembelajaran Biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran Biologi berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan ”apa yang akan dipelajari” ke ”bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan dan nara sumber lain.

Ada beberapa pertimbangan lain yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran Biologi yaitu: (1) Empat pilar pendidikan (belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup dalam kebersamaan dan belajar untuk menjadi dirinya sendiri). (2) Inquiri sains. (3) Kontruktivisme. (4) Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.(5) Pemecahan masalah dan pembelajaran sains yang bermuatan nilai.

Prinsip-prinsip yang dapat diturunkan dari konststruksivisme ialah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan diluar sekolah, dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah ini. Untuk melaksanakan proses belajar, beberapa prinsip mengajarkan Biologi sebagai berikut:

a. Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa.
b. Pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak
c. Perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, dan berilah para siswa untuk menolak saran-saran guru.
d. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah dan demikian pula pemecahan-pemecahannya.
e. Anjurkan para siswa untuk berinteraksi
f. Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir.
g. Anjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
h. Perkenalkan ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun.

Siswa menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti dalam membangun pengetahuannya dalam pembelajaran. Siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran tersebut.

Penerapan pendekatan kontektual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka baik dilingkungan kerja, maupun masyarakat.

Penyusun program pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, dirancang guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas. Program berisi skenario tentang apa yang dilakukan siswanya sehubungan dengan materi yang akan dipelajarinya. Saran pokok dalam penyusunan program pembelajaran kontekstual menurut adalah sebagai berikut:

a. Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
b. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
c. Rincilah media untuk melakukan kegiatan itu.
d. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
e. Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menetapkan komponen utama pembelajaran efektif ini dalam pembelajarannya. Penerapan pendekatan kontektual secara garis besar adalah (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) menciptakan masyarakat belajar; (5) menghadirkan model; (6) melakukan refleksi; (7) melakukan penilaian.

Pembelajaran Biologi dengan pendekatan kontektual mendorong para guru untuk memilih dan mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik dan psikologi dalam meningkatkan hasil dan keaktifan siswa dalam belajar. Pemanfaatan pendekatan kontekstual akan menciptakan ruangan kelas yang di dalamnya siswa menjadi aktif bukan hanya pengamat yang pasif dan bertanggung jawab dalam belajarnya.

Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehai-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan pemaknaan sebuah pembelajaran akan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Melalui pendekatan kontekstual siswa menemui hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata.



HUBUNGAN ANTARA KONTRUKTIVISME DALAM PENDEKATAN KONTEKSTUAL

HUBUNGAN ANTARA KONTRUKTIVISME DALAM PENDEKATAN KONTEKSTUALOleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

1) Kontruktivisme

Kontruktivis merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Teori-teori kontrukstivis menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Pembelajaran berpusat pada siswa atau student- centred instruction. Peran guru hanya membantu siswa menemukan fakta, konsep dan prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.

Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat kontruktivis yang digagas oleh Mart Baldawin dan dikembangkan dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.

Prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktek pembelajaran yang harus dipegang guru sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran
b. Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting dari pada informasi verbalistis.
c. Siswa mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan menerapkan idenya sendiri.
d. Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar.
e. Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri.
f. Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
g. Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (yaitu struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengetahuan baru).


Pembelajaran melalui pendekatan kontekstual pada dasarnya mendorong siswa dapat mengkontruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalamannya. Siswa didorong untuk mampu mengkontruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata

2) Menemukan (Inquiri)

Inquiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri yang siklusnya observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiri dalam pembelajaran adalah: (1) Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri. (2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. (3) Siklus inquiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan. (4) Langkah kegiatan inquiri adalah merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens dan lain-lain).

Langkah-langkah menemukan (inquiri) adalah (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audiens lainnya.

Asas menemukan sendiri merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual. Dengan proses berpikir yang sistematis ini diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis yang dapat dijadikan dasar pembentukan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
3) Bertanya (Questioning).

Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

Kegiatan bertanya berguna untuk: (1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis. (2) Mengecek pemahaman siswa. (3) Membangkitkan respon kepada siswa. (4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.(5) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.(6) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa. (7) Untuk menyegarkan kembali ingatan siswa.

Melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang disampaikan dalam pembelajaran kontekstual. Kemampuan guru untuk bertanya sangat diperlukan, karena dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya selalu digunakan.

4) Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sarring dengan orang lain, antar teman, antar kelompok, yang sudah tahu memberitahu yang sudah tahu, yang punya pengalaman berbagi pengalaman dengan orang lain. Masyarakat belajar adalah masyarakat yang saling membagi.

Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik learning community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran adalah (1) Pembentukan kelompok kecil.(2) Pembentukan kelompok besar.(3) Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb). (5) Bekerja dengan kelas sederajat. (6) Bekerja dengan kelompok dengan kelas di atasnya. (7) Bekerja dengan masyarakat.

5) Permodelan (Modeling)

Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat mosik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer dan sebagainya.

Pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu memerlukan model yang dapat ditiru. Dalam pendekatan kontekstual guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli bahasa inggris sekali waktu dapat dihadirkan dikelas untuk menjadi model cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika bicara, dan sebagainya. Penggunaan model akan membantu dalam pemahaman gejala dari suatu konsep yang abstak.


6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan pada masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang baru atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang diperoleh diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru. Sehingga siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinyatentang materi yang dipelajarinya. Pengetahuan itu mengendap dibenak siswa, kemudian mempelajarinya, maka siswa akan memperoleh ide-ide baru.

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian pengetahuan yang dimilikinya. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah: (1) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.(3) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya. (3) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.

Refleksi dapat membuat siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benaknya. Kesadaran seperti ini perlu ditanamkan kepada siswa agar bersikap terbuka terhadap pengetahuan baru. Biarkan siswa secara bebas menafsir pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang penagalaman belajarnya.


7) Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Penilaian nyata atau sebenarnya adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak. Apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa

Gambaran perkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses pembelajaran siswa. Prinsip-prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan penilaian autentik dalam pembelajaran, sebagai berikut:

a. Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
b. Penilaian autentik dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
c. Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluator) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar.
d. Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assesment).
e. Penilaian autentuk mengukur keterampilan dan peformansi dengan kriteria yang jelas (peformant-based).
f. Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.
g. Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar, umpan balik pembelajaran, dan/ atau untuk menentukan prestasi siswa.

Karakteristik anthentic assessment adalah (1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlansung. (2) Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif.(3) Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta. (4) Berkesinambungan. (5) Terintegral. (6) Dapat digunakan sebagai feed back.

Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa dalam penilaian autentik adalah: Proyek/kegiatan dan laporan, PR, kuis, karya wisata, presentasi atau penampilan siswa, demontrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara terus menerus selama pembelajaran berlansung.



PENDEKATAN KONTEKSTUAL

PENDEKATAN KONTEKSTUALOleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Pendekatan pembelajaran adalah sebagai aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran sebagai penjelas dan juga mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Pendekatan kontekstual dapat membuat variasi dalam pembelajaran dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai. Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang sering dipakai oleh para guru antara lain: pendekatan konsep dan proses, pendekatan deduktif dan induktif pendekatan ekspositori dan heuristik, pendekatan kecerdasan dan pendekatan konstektual.

Landasan filosofi pendekatan kontekstual adalah kontruktivisme, yaitu filisofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi mengkonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Tiap orang harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni: (1) kontruktivisme (Constuctivism), (2) bertanya (Questioning), (3) menemukan (Inquiri), (4) masyarakat belajar (Learning Community), (5) permodelan (Modeling), (6) Refleksi (Reflection), (7) penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, social, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pekerjaan yang diatur sendiri, (4) melakukan kerja sama, (5) berfikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian autentik.

Pendekatan kontektual atau Contextual Teching and Learning, suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yaitu :

a. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowlwdge).
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini dan dipahami.
d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

Setiap bagian pendekatan kontekstual atau CTL yang berbeda ini akan memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara bersama-sama mereka membentuk suatu sistem yang memungkinkan para siswa melihat makna di dalamnya, dan mengingat materi akademik.

Beberapa hal penting dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual atau CTL sebagai berikut:

a. CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
b. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi porses pengalaman dalam kehidupan nyata.
c. Kelas dalam pembelajaran CTL, bukan sebagai tempat memperoleh informasi, akan tetapi sebagi tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan.
d. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian orang lain.


Senin, 25 Januari 2010


PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BIOLOGI

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BIOLOGI

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

PENGERTIAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL

Kontekstual
• Menyandarkan pada pemahaman makna.
• Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
• Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
• Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
• Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
• Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
• Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
• Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
• Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
• Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
• Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
• Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
• Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
• Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Tradisional
• Menyandarkan pada hapalan
• Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
• Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
• Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
• Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
• Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
• Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
• Perilaku dibangun atas kebiasaan.
• Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
• Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
• Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
• Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
• Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
• Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.

• Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
• Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
• kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
• Ciptakan masyarakat belajar.
• Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
• Lakukan refleksi di akhir pertemuan
• Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

TUJUH KOMPONEN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

1. Konstruktivisme
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
• Tukar pengalaman.
• Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
• Mencatat apa yang telah dipelajari.
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
• Penilaian produk (kinerja).
• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
• Kerjasama
• Saling menunjang
• Menyenangkan, tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
• Sharing dengan teman
• Siswa kritis guru kreatif
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.

Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.

Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut:

• Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
• Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
• Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
• Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
• Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

PERBEDAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

Karakteristik model pembelajaran kontekstual dalam penerapannya di kelas, antara lain :
1.Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
2.Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
3.Pembelajaran dihubungkan dengan kehidupan nyata atau masalah
4.Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
5.Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
6.Peserta didik tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.
7. Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni peserta didik diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.

Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas, antara lain :
1.Siswa adalah penerima informasi
2.Siswa cenderung belajar secara individual
3.Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis
4.Perilaku dibangun atas kebiasaan
5.Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6.Peserta didik tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
7.Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural

Pembelajaran kontekstual memiliki perbedaan dengan pembelajaran konvensional, tekanan perbedaannya yaitu pembelajaran kontekstual lebih bersifat student centered (berpusat kepada peserta didik) dengan proses pembelajarannya berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekajar dan mengalami. Sedangkan pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher centered (berpusat kepada pendidik), yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima informasi bersifat abstrak dan teoritis.


MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DAN KOOPERATIF

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DAN KOOPERATIF

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Sintaks langkah-langkah Model Pembelajaran Group Investigation
1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2. Guru menjelaskan rnaksud pernbelajarandan tugas kelornpok
3. Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain.
4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan
5. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
7. Evaluasi dan penutup

Modifikasi Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigation
1. Guru menuliskan topik pembelajaran
2. Guru menyampaikan indikator pembelajaran yang haru dicapai oleh peserta didik
3. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok
4. Dalam kelompok masing-masing anggota kelampok diberi tanggung jawab untuk memahami materi yang berbeda Anggota kelompok yang meinalkami materi yang sama berkumpul menjelaskan keanggota yang lain
5. Setelah diskusi maka anggota satu kelompok saling bertukar informasi tentang materi yang difahami.
6. Guru meminta peserta didik untuk mempreseniasikan hasil diskusi kelompoknya melalui diskusi kelas
7. Guru dan peserta didik membuat kesimpulan


MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES

MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Sintaks Model Pembelajaran Examples non examples
1. Guru menyiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat LCD/OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. Guru dan peserta didik menyimpulkan materi sesuai tujuan pembelajaran.

Modifikasi Model Pembelajaran Examples non examples
1. Guru menulis topik pembelajaran.
2. Guru menulis tujuan pembelajaran.
3. Guru membagi peserta didik dalam kelompok (masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang).
4. Guru menunjukkan macam-macam gambar organel sel, gambar sel prokariotik, dan sel eukariotik melalui LCD/OHP.
5. Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membuat rangkuman tentang macam-macam gambar yang ditunjukkan oleh guru melalui LCD/OHP


MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SCRIPT TIPE 2

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SCRIPT TIPE 2

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Script (Dansereau cs, 1985)
1. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan (Peserta didik tipe A dan tipe B).
2. Guru membagikan wacana/materi kepada setiap peserta didik untuk dibaca kemudian peserta didik membuat ringkasan atau rangkuman.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan hasil rangkuman/ringkasannya selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya, sementara pendengar:
• Menyimak/mengoreksimenunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap yang disampaikan oleh pembicara.
• Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
5. Bertukar peran, peserta didik yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar begitu pula sebaliknya.
6. Guru dan peserta didik membuat kesimpulan.

Modifikasi Model Pembelajaran Kooperatif Script tipe 2
1. Guru menulis topik pembelajaran.
2. Guru menulis tujuan pembelajaran.
3. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan (Peserta didik tipe A dan tipe B).
4. Guru membagikan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) pada masing-masing peserta didik. Peserta didik tipe A mendapatkan LKPD 1 sedangkan Peserta didik tipe A mendapatkan LKPD 2
5. Guru memberikan waktu kepada peserta didik untuk mengerjakan LKPD.
6. Guru meminta peserta didik tipe A sebagai pembicara menyampaikan hasil LKPD 1 pada peserta didik tipe B, sementara peserta didik tipe B bertugas sebagai pendengar mencatat hal-hal yang penting dari informasi yang disampaikan peserta didik A
7. Bertukar peran, guru meminta peserta didik tipe B sebagai pembicara menyampaikan hasil LKPD 2 pada peserta didik tipe A, sementara peserta didik tipe A bertugas sebagai pendengar mencatat hal-hal yang penting dari informasi yang disampaikan peserta didik B
8. Guru meminta salah satu peserta didik secara acak untuk menyampaikan pembahasan bahan diskusi yang terdapat pada LKPD 1 maupun LKPD 2
7. Peserta didik melaksanakan diskusi kelas dengan bimbingan guru
8. Guru dan peserta didik membuat kesimpulan


MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TIPE 1

MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TIPE 1Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Sintaks Model Pembelajaran Numbered Heads Together (Kagan, 1992)
1. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
5. Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Guru dan peserta didik menyimpulkan .
7. Guru memberi evaluasi

Modifikasi model Pembelajaran Numbered Heads Together tipe 1
1. Peserta didik dibagi dalam kelompok (setiap kelompok terdiri atas 4 orang).
2. Peserta didik dalam setiap kelompok mendapatkan nomor yang berbeda.
3. Guru memberikan tugas/soal tentang macam-macam jaringan hewan.
4. Peserta didik mengerjakan nomor soal yang sesuaidengan nomor yang dimiliki.
5. Peserta didik dalam kelompok, mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan/mengetahui jawabannya.
6. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
7. Guru meminta peserta didik untuk mempresentasikan hasil tugas kelompoknya


MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI - PROBLEM POSING I

MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI - PROBLEM POSING I

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
Sintaks Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Posing (Silver dan Cai, 1996)
1. Guru menyampaikan materi sebagai pengantar
2. Peserta didik diminta untuk menyusun/membentuk soal
3. Soal yang disusun, didiskusikan dengan teman
4. Guru membahas jawaban soal yang dibentuk siswa

Modifikasi Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Posing Tipe 1
1. Guru menuliskan topik pembelajaran
2. Guru menuliskan tujuan pembelajaran
3. Guru membagi peserta didik dalam kelompok yang berisi 4-5 orang
4. Guru menugaskan peserta didik membuat rangkuman
5. Guru menugaskan peserta didik membuat pertanyaan dari hasil rangkuman
6. Pertanyaan yang telah dibuat diserahkan ke kelompok lain untuk dicarikan jawabannya
7. Diskusi Kelas
8. Guru memberikan penguatan pada diskusi kelas
9. Guru membimbing peserta didik menyusun kesimpulan


MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW II

MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW II

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Sintaks Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw II (Aronson, 1978)
1. Peserta didik dikelompokkan, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang
2. Tiap peserta didik dalam tim mendapatkan materi yang sama, dan membaca semua materi
3. Tiap peserta didik dalam tim berbagi tugas untuk membagi materi (sub bab mereka)
4. Anggota dari tim yang mendapatkan bagian materi yang berbeda, bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kelompok kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Guru memberi evaluasi
8. Penutup

Modifikasi Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw II
1. Guru menulis topik pembelajaran
2. Guru menulis tujuan pembelajaran
3. Peserta didik dikelompokkan, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang
4. Tiap peserta didik dalam tim mendapatkan materi yang sama tentang macam-macam klasifikasi
5. Tiap peserta didik dalam tim mendapatkan masalah/pertanyaan yang berbeda yang berkaitan dengan macam-macam klasifikasi
6. Anggota dari tim yang mendapatkan masalah yang berbeda, bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan tugas mereka
7. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggoata kembali ke kelompok asal dan bergantian menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang telah didiskusikan di kelompok ahli. Tiap anggota lainnya mendengarkan dan memberikan tanggapan
8. Guru meminta kepada tiap kelompok tim ahli untuk mempresentasikan hasil diskusi
9. Peserta didik melaksanakan diskusi kelas
10. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi
11. Guru membimbing peserta didik mengambil kesimpulan


MODEL PEMBELAJARAN CIRC TIPE 1

MODEL PEMBELAJARAN CIRC TIPE 1
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Tipe 1

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
Sintaks Langkah-langkah Model Pembelajaran CIRC (Steven & Slavin, 1995)
1. Guru membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 orang
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan toipik pembelajaran
3. Peserta didik bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan di tulis pada lembar kertas
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
5. Guru membuat kesimpulan bersama peserta didik

Modifikasi Langkah-langkah Model Pembelajaran CIRC (Tipe 1)
1. Guru menulis topik pembelajaran
2. Guru menulis tujuan pembelajaran
3. Guru membagi peserta didik dalam kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang secara heterogen
4. Guru meminta masing-masing kelompok membuat rangkuman, ditulis pada plastik transparan
5. Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan/membacakan hasil rangkuman kelompok, sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya
6. Diskusi kelas
7. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi
8. Guru membimbing peserta didik menyusun kesimpulan 


MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT TIPE 3

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT TIPE 3
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
Sintaks langkah-langkah model pembelajaran Cooperative Script (Dansereau, 1985)
1. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya sementara pendengar:
o Menyimak/mengoreksi/menunujukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
o Membantu mengingatkan/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
5. Bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti tersebut di atas
6. Guru dan peserta didik menyusun kesimpulan

Modifikasi langkah-langkah model pembelajaran Cooperative Script (Tipe 3)
1. Guru menulis topik pembelajaran
2. Guru menulis tujuan pembelajaran
3. Guru membagi peserta didik dalam 2 tipe kelompok yaitu A dan B. Masing-masing kelompok dalam tiap tipe beranggotakan 4 orang (A-1= 4 orang, A-2 = 4 orang dst, B-1= 4, B-2 = 4 orang, dst)
4. Masing-masing kelompok tipe A dan B mengerjakan kegiatan yang berbeda (Tipe A mengerjakan LKPD 1, Tipe B mengerjakan LKPD 2)
5. Guru memasangkan 1 peserta didik dari kelompok tipe A dengan 1 peserta didik dari kelompok tipe B
6. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
7. Seorang peserta didik bertugas sebagai pembicara, yaitu menyampaikan tugas dan hasil tugasnya dan seorang peserta didik sebagai pendengar
8. Bertukar peran, yang semula sebagi pembicara berperan sebagai pendengar dan yang semula sebagai pendengar berperan sebagai pembicara
9. Guru meminta salah satu pasangan untuk memperesentasikan hasil kegiatannya
10. Diskusi kelas
11. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi
12. Guru membimbing peserta didik menyusun kesimpulan 


MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE 2

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE 2
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
Problem Posing Tipe 2
Sintaks Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Posing (Silver dan Cai, 1996)
1. Guru menyampaikan materi sebagai pengantar
2. Peserta didik diminta untuk menyusun/membentuk soal
3. Soal yang disusun, didiskusikan dengan teman
4. Guru membahas jawaban soal yang dibentuk siswa

Modifikasi Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Posing Tipe 2
1. Guru membagi peserta didik dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang.
2. Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membaca materi tentang Protista mirip jamur
3. Tiap kelompok membaca dan memahami isi materi yang dibaca
4. Tiap anggota kelompok menyusun pertanyaan berdasarkan materi yang dibaca.
5. Pertanyaan ditulis pada Lembar Problem Posing I (LPP I)
6. Masing-masing anggota kelompok membacakan pertanyaan yang terdapat pada LPP I dan didiskusikan jawabannya.
7. Tiap kelompok menuliskan 2 pertanyaan yang tidak dapat dijawab dalam kelompok (yang dirasa sulit), dan menuliskan pertanyaan pada Lembar Problem Posing II (LPP II) dan plastik transparan
8. LPP II ditukarkan ke kelompok lain untuk mendapatkan jawaban
9. Masing-masing kelompok mempresentasikan pertanyaan, dan meminta kelompok lain untuk memberikan tanggapan, jawaban, atau sanggahan.
10. Diskusi Kelas
11. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi
12. Guru membimbing peserta didik mengambil kesimpulan


MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI - THINK PAIR SHARE TIPE 1

MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI - THINK PAIR SHARE TIPE 1
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
Sintaks Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share (Kagan, 1990)
1. Guru mengemukakan pertanyaan/memberikan permasalahan
2. Peserta didik berpikir secara individu
3. Setiap peserta didik mendiskusikan jawabannya dengan seorang mitra
4. Peserta didik berbagi jawaban dengan seluruh kelas

Modifikasi Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share Tipe 1
1. Guru menuliskan topik pembelajaran
2. Guru menuliskan tujuan pembelajaran
3. Guru membagikan LKPD 1 yang berisi pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari
4. Guru meminta peserta didik untuk berpikir secara individu (think) untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKPD 1. Jawaban ditulis pada Lembar Jawaban Think
5. Guru meminta peserta didik untuk berpikir secara berdua (pair) untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKPD 1. Jawaban ditulis pada Lembar Jawaban Pair
6. Guru meminta peserta didik untuk berpikir secara berempat/berlima (share) untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKPD 1. Jawaban ditulis pada Lembar Jawaban Share dan plastic transparan
7. Diskusi kelas
8. Guru memberikan penguatan pada diskusi kelas
9. Guru membimbing peserta didik menyusun kesimpulan



MODEL PENGAJARAN LANGSUNG

MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION)

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. Tetapi para ahli berpendapat bahwa tidak ada model pengajaran yang lebih baik dari model pengajaran yang lain.

Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung Arends (2001) juga mengatakan hal yang sama yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.

Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997) bahwa: “The direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.”

Lebih lanjut Arends (2001) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented.” Suatu pelajaran dengan model pengajaran langsung berjalan melalui lima fase: (1) penjelasan tentang tujuan dan mempersiapkan siswa, (2) pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan latiham mandiri.



PEMBELAJARAN TERBIMBING

MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING 

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Pembelajaran dengan penemuan (Discovery Learning) merupakan suatu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan. Ide pembelajaran penernuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak/siswa dalam "menemukan" sesuatu oleh mereka sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan. (Nur 2000).

Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi 2, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih h banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dlikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.

Carin (1993) memberi petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) sebagai berikut. a. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa: (1) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penernuan; (2) Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa; (3) Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap; (4) Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2‑5 siswa; (5) Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.



LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS)

LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS)

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)

Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan siswa akan memuat paling tidak; judul, KD yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.
Dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

• Analisis kurikulum
Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa.

• Menyusun peta kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuens LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

• Menentukan judul-judul LKS
Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok (MP) mendapatkan maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.

• Penulisan LKS
Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebaga berikut:
- Perumusan KD yang harus dikuasai
Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari dokumen SI.
- Menentukan alat Penilaian
Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Karena pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah kompetensi, dimana penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompeten-si, maka alat penilaian yang cocok adalah menggunakan pendekatan Panilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion Referenced Assesment. Dengan demikian guru dapat menilainya melalui proses dan hasil kerjanya.
- Penyusunan Materi
Materi LKS sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian. Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat, maka dapat saja dalam LKS ditunjukkan referensi yang digunakan agar siswa membaca lebih jauh tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang seharusnya siswa dapat melakukannya, misalnya tentang tugas diskusi. Judul diskusi diberikan secara jelas dan didiskusikan dengan siapa, berapa orang dalam kelompok diskusi dan berapa lama.
Struktur LKS
Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:
• Judul
• Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)
• Kompetensi yang akan dicapai
• Informasi pendukung
• Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
• Penilaian



BAHAN AJAR CETAK

JENIS BAHAN AJAR CETAK 

Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).
Selanjutnya pada buku pedoman ini hanya akan dibahas tentang bahan ajar cetak. Untuk bahan ajar non-cetak akan dibahas pada buku pedoman tersendiri.

1. Bahan Ajar Cetak (Printed)
Bahan cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaedt, 1994 yaitu: Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari
a. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit
b. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah
c. Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu
d. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja
e. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa
f. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar
g. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri

Kita mengenal berbagai jenis bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur, dan leaflet.

a. Handout
Handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Menurut kamus Oxford hal 389, handout is prepared statement given. Handout adalah pernyataan yang telah disiapkan oleh pembicara.
Handout biasanya diambilkan dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan/ KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Saat ini handout dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan cara down-load dari internet, atau menyadur dari sebuah buku.

b. Buku
Buku adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan buah pikiran dari pengarangnya. Oleh pengarangnya isi buku didapat dari berbagai cara misalnya: hasil penelitian, hasil pengamatan, aktualisasi pengalaman, otobiografi, atau hasil imajinasi seseorang yang disebut sebagai fiksi. Menurut kamus oxford hal 94, buku diartikan sebagai: Book is number of sheet of paper, either printed or blank, fastened together in a cover. Buku adalah sejumlah lembaran kertas baik cetakan maupun kosong yang dijilid dan diberi kulit. Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.
Buku yang baik adalah buku yang ditulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, disajikan secara menarik dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya, isi buku juga menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisannya. Buku pelajaran berisi tentang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk belajar, buku fiksi akan berisi tentang fikiran-fikiran fiksi si penulis, dan seterusnya.

c. Modul
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang:
• Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
• Kompetensi yang akan dicapai
• Content atau isi materi
• Informasi pendukung
• Latihan-latihan
• Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
• Evaluasi
• Balikan terhadap hasil evaluasi

Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih KD dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Dengan demikian maka modul harus menggambarkan KD yang akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan ilustrasi.

d. Lembar kegiatan siswa
Lembar kegiatan siswa (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi tugasnya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis dan atau tugas-tugas praktis. Tugas teoritis misalnya tugas membaca sebuah artikel tertentu, kemudian membuat resume untuk dipresentasikan. Sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan, misalnya survey tentang harga cabe dalam kurun waktu tertentu di suatu tempat. Keuntungan adanya lembar kegiatan adalah bagi guru, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, bagi siswa akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu tugas tertulis.
Dalam menyiapkannya guru harus cermat dan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai/ tidaknya sebuah KD dikuasai oleh peserta didik.

e. Wallchart
Wallchart adalah bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau grafik yang bermakna menunjukkan posisi tertentu. Agar wallchart terlihat lebih menarik bagi siswa maupun guru, maka wallchart didesain dengan menggunakan tata warna dan pengaturan proporsi yang baik. Wallchart biasanya masuk dalam kategori alat bantu melaksanakan pembelajaran, namun dalam hal ini wallchart didesain sebagai bahan ajar. Karena didesain sebagai bahan ajar, maka wallchart harus memenuhi kriteria sebagai bahan ajar antara lain bahwa memiliki kejelasan tentang KD dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik, diajarkan untuk berapa lama, dan bagaimana cara menggunakannya. Sebagai contoh wallchart tentang siklus makhluk hidup binatang antara ular, tikus dan lingkungannya.

f. Foto/Gambar
Foto/gambar memiliki makna yang lebih baik dibandingkan dengan tulisan. Foto/gambar sebagai bahan ajar tentu saja diperlukan satu rancangan yang baik agar setelah selesai melihat sebuah atau serangkaian foto/gambar siswa dapat melakukan sesuatu yang pada akhirnya menguasai satu atau lebih KD.
Menurut Weidenmann dalam buku Lehren mit Bildmedien menggambarkan bahwa melihat sebuah foto/gambar lebih tinggi maknanya dari pada membaca atau mendengar. Melalui membaca yang dapat diingat hanya 10%, dari mendengar yang diingat 20%, dan dari melihat yang diingat 30%. Foto/gambar yang didesain secara baik dapat memberikan pemahaman yang lebih baik. Bahan ajar ini dalam menggunakannya harus dibantu dengan bahan tertulis. Bahan tertulis dapat berupa petunjuk cara menggunakannya dan atau bahan tes.
Sebuah gambar yang bermakna paling tidak memiliki kriteria sebagai berikut:
• Gambar harus mengandung sesuatu yang dapat dilihat dan penuh dengan informasi/data. Sehingga gambar tidak hanya sekedar gambar yang tidak mengandung arti atau tidak ada yang dapat dipelajari.
• Gambar bermakna dan dapat dimengerti. Sehingga, si pembaca gambar benar-benar mengerti, tidak salah pengertian.
• Lengkap, rasional untuk digunakan dalam proses pembelajaran, bahannya diambil dari sumber yang benar. Sehingga jangan sampai gambar miskin informasi yang berakibat penggunanya tidak belajar apa-apa.



BAHAN AJAR

BAHAN AJAR
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (26 Januari 2010)
A. Pengertian
Guna menghasilkan tamatan yang mempunyai kemampuan sesuai standard kompetensi lulusan, diperlukan pengembangan pembelajaran untuk setiap kompetensi secara sistematis, terpadu, dan tuntas (mastery learning).
Pada pendidikan menengah umum, di samping buku-buku teks, juga dikenalkan adanya lembar-lembar pembelajaran (instructional sheet) dengan nama yang bermacam-macam, antara lain: lembar tugas (job sheet), lembar kerja (work sheet), lembar informasi (information sheet) dan bahan ajar lainnya baik cetak maupun non-cetak. Semua bahan yang digunakan untuk mendukung proses belajar itu disebut sebagai bahan ajar (teaching material).
Untuk pembelajaran yang bertujuan mencapai kompetensi sesuai profil kemampuan tamatan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diperlukan kemampuan guru untuk dapat mengembangkan yang tepat. Dengan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) diharapkan siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi secara utuh, sesuai dengan kecepatan belajarnya. Untuk itu bahan ajar hendaknya disusun agar siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran mencapai kompetensi.
Terdapat dua istilah yang sering digunakan untuk maksud yang sama namun sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda, yakni sumber belajar dan bahan ajar. Untuk itu, maka berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian sumber belajar dan bahan ajar.

1. Pengertian Sumber Belajar
Sering kita dengar istilah sumber belajar (learning resource), orang juga banyak yang telah memanfaatkan sumber belajar, namun umumnya yang diketahui hanya perpustakaan dan buku sebagai sumber belajar. Padahal secara tidak terasa apa yang mereka gunakan, orang, dan benda tertentu adalah termasuk sumber belajar.
Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru.
Sadiman mendefinisikan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk belajar, yakni dapat berupa orang, benda, pesan, bahan, teknik, dan latar (Sadiman, 2004)
Menurut Association for Educational Communications and Technology (AECT, 1977), sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.
Dengan demikian maka sumber belajar juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.
Dari pengertian tersebut maka sumber belajar dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Tempat atau lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat melakukan belajar atau proses perubahan tingkah laku maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai tempat belajar yang berarti sumber belajar, misalnya perpustakaan, pasar, museum, sungai, gunung, tempat pembuangan sampah, kolam ikan dan lain sebagainya.
b. Benda yaitu segala benda yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku bagi peserta didik, maka benda itu dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya situs, candi, benda peninggalan lainnya.
c. Orang yaitu siapa saja yang memiliki keahlian tertentu di mana peserta didik dapat belajar sesuatu, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya guru, ahli geologi, polisi, dan ahli-ahli lainnya.
d. Bahan yaitu segala sesuatu yang berupa teks tertulis, cetak, rekaman elektronik, web, dll yang dapat digunakan untuk belajar.
e. Buku yaitu segala macam buku yang dapat dibaca secara mandiri oleh peserta didik dapat dikategorikan sebagai sumber belajar. Misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lain sebagainya.
f. Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, misalnya peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lainnya yang guru dapat menjadikan peristiwa atau fakta sebagai sumber belajar.
Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang, dan atau buku hanya sekedar tempat, benda, orang atau buku yang tidak ada artinya apa-apa.
2. Pengertian Bahan Ajar

Dari uraian tentang pengertian sumber belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Bahan ajar atau teaching-material, terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan.
Dalam website Dikmenjur dikemukakan pengertian bahwa, bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.
Lebih lanjut disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai:
a. Pedoman bagi Guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.
b. Pedoman bagi Siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya.
c. Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.
d. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktor untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
e. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disarikan bahwa bahan ajar adalah merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.
Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain :
a. Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru)
b. Kompetensi yang akan dicapai
c. Content atau isi materi pembelajaran
d. Informasi pendukung
e. Latihan-latihan
f. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)
g. Evaluasi
h. Respon atau balikan terhadap hasil evaluasi


Minggu, 24 Januari 2010


TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR

TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (25 Januari 2010)
Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. 
  1. Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian. Tes lisan adalah tes yang dilaksanakan melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang meminta peserta didik melakukan perbuatan/mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan.

    Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan ujian terdiri atas ujian nasional dan ujian sekolah.

    Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk melakukan perbaikan pembelajaran, memantau kemajuan dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik.
    a) Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih.
    b) Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
    c) Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester. Cakupan ulangan akhir semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
    d) Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan kenaikan kelas meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester genap.

    Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

    a) Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
    b) Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan pada ujian sekolah adalah mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada ujian nasional, dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
  2. Observasi adalah penilaian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta didik selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Penilaian observasi dilakukan antara lain sebagai penilaian akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
  3. Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok. Penilaian penugasan diberikan untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas rumah, portofolio, projek, dan/atau produk.
  4. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan kreativitas peserta didik (Popham, 1999). Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan menilai bersama karya-karya atau tugas-tugas yang dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik perlu melakukan diskusi untuk menentukan skor. Pada penilaian portofolio, peserta didik dapat menentukan karya-karya yang akan dinilai, melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Perkembangan kemampuan peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian portofolio. Teknik ini dapat dilakukan dengan baik apabila jumlah peserta didik yang dinilai sedikit.  
  5. Projek adalah tugas yang diberikan kepada peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan analisis data, serta pelaporan hasil kerjanya. Penilaian projek dilaksanakan terhadap persiapan, pelaksanaan, dan hasil.
  6. Produk (hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik menghasilkan suatu hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap persiapan, pelaksanaan/proses pembuatan, dan hasil.
  7. Inventori merupakan teknik penilaian melalui skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis.  
  8. Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi informasi hasil pengamatan terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait dengan kinerja ataupun sikap dan perilaku peserta didik yang dipaparkan secara deskriptif.
  9. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri mengenai berbagai hal. Dalam penilaian diri, setiap peserta didik harus mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya secara jujur.
  10. Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal secara jujur.

    Kombinasi penggunaan berbagai teknik penilaian di atas akan memberikan informasi yang lebih akurat tentang kemajuan belajar peserta didik. Karena pembelajaran pada KTSP meliputi kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, maka penilaianpun


PENILAIAN HASIL BELAJAR SISWA

PENGUKURAN, PENGUJIAN, PENILAIAN, DAN EVALUASI
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (25 Januari 2010)
Ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi.
  1. Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Guilford, 1982). Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemam¬puan peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Pengukuran pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai deskripsi penjelasan prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
  2. Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991). Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakter¬istik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik.
  3. Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991). Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh.
  4. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat bertahap (hierarkis), maksudnya kegiatan dilakukan secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, kemudian penilaian, dan terakhir evaluasi
Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;
  2. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
  3. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender;
  4. Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
  5. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;  
  6. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik;
  7. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku;  
  8. Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan;
  9. Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.


Sabtu, 23 Januari 2010


KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGASI
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (22 Januari 2010)
Model pembelajaran kooperatif telah diyakini oleh banyak ahli pendidikan sebagai model pembelajaran yang dapat memberi peluang siswa untuk terlibat dalam diskusi, berpikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri (Gokhale, 1995). Meskipun model pembelajaran kooperatif mengutamakan peran aktif siswa bukan berarti guru tidak berpartisipasi, sebab dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai perancang, fasilitaor dan pembimbing proses pembelajaran. Dalam implementasinya, pembelajaran kooperatif tipe group investigasi, setiap kelompok presentasi atas hasil investigasi mereka di depan kelas.Tugas kelompok lain, ketika satu kelompok presentasi di depan kelas adalah melakukan evaluasi sajian kelompok.
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial (Mafune,2005).
Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.
Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas, (2) komponen emosional lebih penting dari pada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosioanl dan irrasional.



INOVASI PEMBELAJARAN BIOLOGI

INOVASI PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SEKOLAH DAN ALTERNATIF IMPLEMENTASINYA 
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (22 Januari 2010)
A. Problem Based Instructions (Pembelajaran Berdasar Masalah)
Model pembelajaran ini bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir di kalangan siswa lewat latihan penyelesaian masalah, oleh sebab itu siswa dilibatkan dalam proses maupun perolehan produk penyelesaiannya. Dengan demikian model ini juga akan mengembangkan keterampilan berpikir lewat fakta empiris maupun kemampuan berpikir rasional, sehingga latihan yang berulang-ulang ini dapat membina keterampilan intelektual dan sekaligus dapat mendewasakan siswa. Siswa berperan sebagai self-regulated learner, artinya lewat pembelajaran model ini siswa harus dilibatkan dalam pengalaman nyata atau simulasi sehingga dapat bertindak sebagai seorang ilmuwan atau orang dewasa. Model ini tentu tidak dirancang agar guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi guru perlu berperan sebagai fasilitator pembelajaran dengan upaya memberikan dorongan agar siswa bersedia melakukan sesuatu dan mengungkapkannya secara verbal. Adapun dalam model pembelajaran kooperatif ini peran guru yang dapat ditampilkan antara lain :
1) Rumuskan tujuan dan orientasi masalah; menjelaskan tujuan pembelajaran dan segala hal yang berkaitan dengan masalah dan penyelesaiannya, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas penyelesaian masalah.
2) Oranisasi siswa untuk belajar; membantu dan membimbing mendefinisikan tugas-tugas serta mengorganisasikan tugas-tugas siswa untuk penyelesaian masalah
3) Bimbingan penyelidikan individual dan kelompok; mendorong dalam merancang dan melaksanakan eksperimen, mengukur, mengamati, mengumpulkan informasi yang sesuai.
4) Sajian hasil karya dan pengembangannya; membantu rencana dan penyiapan karya yang sesuai, melakukan pengecekan ulang dengan eksperimen untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang dimaksud
5) analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah; membantu siswa dalam refleksi dan evaluasi penyelidikan dan proses-proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan
B. Direct Instructions (Pembelajaran langsung )
Pembelajaran ini seringkali dianggap sebih sesuai dengan sifat ilmu yang dipelajari, seperti halnya kelompok mata pelajaran Basic Science. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan MIPA tersusun secara terstruktur yang memuat materi prasyarat dalam setiap langkah penyajiannya. Pembelajaran langsung pada umumnya dirancang srcara khusus untuk mengembangkan aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan procedural serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajarn ini adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Sintaks pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1) Rumuskan tujuan dan orientasikan kepada kegiatan siswa; menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang, pentingnya materi ini dipelajari dan mempersiapkan siswa untuk belajar lewat pola latihan.
2) Demonstrasi pengetahuan dan keterampilan; menampilkan kegiatan dengan demonstrasi keterrampilan atau menyajikan materi pembelajaran setahap demi setahap dengan mempertimbangkan strukturnya
3) Bimbingan latihan; menampilkan bentuk atau model untuk pelatihan awal.
4) Kontrol penguasaan di pihak siswa dan berikan umpan balik; mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas latihan apakah siswa telah berhasil dengan baik diteruskan dengan kegiatan untuk memperoleh balikan (tes, wawancara, pengamatan dan sebagainya).
5) Berikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan hasil latihan; memberi kesempatan untuk pelatihan lanjutan yang fokusnya adalah penerapan pada situasi yang lebih kompleks dalam kehidupan nyata.
Untuk semua model di atas beberapa catatan yang penting antara lain :
1. Pendalaman materi secara individual dapat dilakukan di luar jam pelajaran, hal tersebut memilik dua keuntungan: a). Siswa dapat mencari sumber belajar lebih luas (internet atau buku bacaan yang lain), b). Waktu yang disediakan untuk kerja terstruktur dapat dimanfaatkan untuk diskusi kelompok dan presentasi hasil, sehingga lebih longgar.
2. Untuk Lesson Study, beberapa guru dapat memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir, untuk selanjutnya dilakukan diskusi diluar jam sebagai bahan masukan untuk merevisi perncanaan program selanjutnya.



TEORI KONSTRUKTIVISME VYGOTSKY

TEORI KONSTRUKTIVISME VYGOTSKY
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (22 Januari 2010)

Teori Vygotsky memberikan suatu sumbangan yang sangat berarti dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini memberi penekanan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari,2000).
Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding (perancahan), dimana perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih lompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998)
Implikasi dari teori Vygostky dalam pendidikan yaitu : (1) Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development. (2) Dalam pengajaran ditekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.




KONSTRUKTIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DAN KEUNGGULANNYA
Oleh Dr. Elfis, M.Si. (22 Januari 2010)

Salah satu landasan teoretik pendidikan IPA/Biologi modern termasuk pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belaJar mengajar beriangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
Ide‑ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah menekankan pada hakikat sosial dan pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau ternan sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000). Berdasarkan teori ini dikembangkan pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep‑konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Dalam mengubah miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah dalam pembelajaran biologi, diperlukan strategi pengubahan konsep (conceptual change) yang tepat dan diberikan pada saat yang tepat pula. Pengubahan konsepsi dapat dilakukan dengan menyajikan konflik kognitif (cognitive conflict). Hal ini dilakukan secara hati‑hati jangan sampal konflik kognitif yang disampaikan justru akan memperkuat stabilitas miskonsepsi siswa.
Konflik kognitif yang disajikan dalam proses pembelajaran harus mampu menggoyahkan stabilitas miskonsepsi siswa. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap kebenaran gagasannya, maka dapat diharapkan mereka akan mau merekonstruksi gagasan atau konsepsinya sehingga pada akhir proses pembelajaran di kepala siswa hanya terdapat sains guru yang berupa pengetahuan ilmiah (Sadia, 1997: 12). Implikasi penting dalam pembeiajaran biologi menurut piaget (Slavin,1994:45) adalah (a) Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. (b) Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. (c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan intelektual.
Sedangkan implikasi utama dalam pembelajaran biologi berdasarkan teori Vygotsky adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas‑tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi‑strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing‑masing zone of proximal development mereka.

Tahapan‑tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah‑langkah sebagai berikut:
 (1) Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang konsep tekanan Pada tahap ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep tekanan, guna untuk mengetahui kemungkinan‑kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes diagnostik (pra tes) dan interview klinis yang dilaksanakan sebelum pernbelajaran;
 (2) Penyusunan Program Pembelaiaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul tentang konsep‑konsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pernbelajaran dilaksanakan;
 (3) Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala‑gejala biologi yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari‑hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat rnelalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembeiajaran dibuat santai, agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasan‑gagasannya salah;
 (4) Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan‑gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan merestrukturisasinya;
 (5) Restrukturisasi Ide, berupa: (a) Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan‑pertanyaan tentang gejala‑gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu; (b) Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan. melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi rnelalui diskusi dengan ternan atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator; (c) Membangun Ulang Kerangka Konseptual Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep‑konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menuniukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama;
 (6) Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan rnereka untuk menerapkan konsep iimiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara ernpiris;
(7) Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah beriangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selarnanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang bersangkutan.
6 KEUNGGULAN PENGGUNAAN PANDANGAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN
Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.


Jumat, 15 Januari 2010


PEMBELAJARAN BIOLOGI


PARADIGMA PEMBELAJARAN BIOLOGI

Minggu, 10 Januari 2010


Pembelajaran Konstruktivistik


MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
SEBAGAI ALTERNATIVE MENGATASI MASALAH PEMBELAJARAN


. Hakikat Pembelajaran Behavioristik
Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang sisebut stimulus (S) dengan respon ® yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.
Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan – yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan respon – dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper senada dengan hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negative adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).

b. Hakikat pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
 
1. Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut.

Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas. (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.
Pengetahuan berjenjang tersebut dapat digambarkan seperti pada skema berikut:
Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table berikut ini.
Tabel 1 Piagetian and Vygotskyan Constructivism
  Piagetian Constructivism Vygotsky Constructivism
Concept constructivism focus on individual cognitive development through co-constructed learning environments with national, decontextualized thinking as the goal of development Vygotsky, in order to understand human development, a multilevel analysis using all four levels of history must be employed: sosiocultural constructivism,
Subject of Study Focus on the development of autonomous cognitive forms within the individual, culminating in rational thought that is decentered from the individual. argued that individual development cannot be understood without reference to the interpersonal and institutional surround which situates the child
Develop-ment of cognitive forms the structure of the mind is the source of our understanding of the world.
 the construction of knowledge occurs through interaction in the social world. Thus for Vygotsky the development of cognitive forms occurs by means of the dialectical relationship between the individual and the social context

Table 2. Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran.

Konstruktivistik Behavioristik
Pengtahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan. Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Si belajar akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh si belajar.
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic. Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.

Table 3 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Penataan Lingkungan Belajar

Konstruktivistik Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan, Keteraturan, kepastian, ketertiban
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungna belajar. Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan.
Control belajar dipegang oleh si belajar. Control belajar dipegang oleh system yang berada di luar diri si belajar.

Table 4 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn) Tujuan belajar ditekankan pada penambahan pengetahuan.

Tabe 5 pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi pembelajaran

Konstruktivistik Behavioristik
Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses. Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-ke-keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat.


Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.

Pembelajaran menekankan pada hasil

Tabe 6 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi

Konstruktivistik Behavioristik
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam kelompok. Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ‘paper and pencil test’



Evaluasi yang menuntu satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar.

Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasnaya dilakukan setelah kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individual.


2. Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

Jumat, 08 Januari 2010


MAHASISWA BIOLOGI UIR ANGKATAN 2005


MAHASISWA BIOLOGI FKIP-UIR ANGKATAN 2006-KELAS A
CHRYSANTHYUM FLOWER GENERATIONS

Selasa, 05 Januari 2010



Kepada alumni Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UIR yang membutuhkan materi-materi berikut :
1. Silabus dan RPP Biologi SMP dan SMA
2. Sistem Penilaian serta Dokumen cara-cara mengambil nilai untuk Biologi
3. Model-model pembelajaran biologi
4. Handout Materi Bergambar Biologi SMP dan SMA
5. LKS dan LPDK Siswa yang disusun khusus untuk Biologi SMP dan SMA
6. Informasi alumni-alumni Biologi FKIP UIR.
MARI KITA GALANG KOMUNIKASI DAN SILATURAHMI UNTUK MENJADI GURU PROFESIONAL.....KAMI AKAN MEMBANTU ANDA !

0 komentar:

Posting Komentar

RUANG RIUNG

MAU PASANG BANNER SILAHKAN: Kotak yang atas untuk gambar misal : http://images.cooltext.com/1478198.png Kotak Bawah untuk alamat blog misal: http://ahmadsyahbio.blogspot.com












>



KLIK TOMBOL ATAS
Related Posts with Thumbnails